Selasa, 23 Februari 2010

Bersama merenungkan VISI dan Langkah Strategik: Apakah visi dan langkah strategik itu bersama umat atau visi sendiri sendiri??

Bersama merenungkan Perencanaan Strategik yang terdiri dari beberapa Langkah:

Penyiapan Lapangan : Penyebaran Informasi dan Pemahaman Utuh, Community Scanning (apakah Vulnerable atau Save?), Internal Scanning (Theology, Tradition, Structure and Infrastructure)

  • Langkah 1: Insiatif Strategik: Mereposisi Nilai nilai dasar Pelayanan (Core Values) ke dalam Visi dan Misi bersama
  • Langkah 2: Menentukan GOAL yang tepat
  • Langkah 3: Mrancang tindakan yang perlu diambil
  • Langkah 4: Konsolidasi Kemampuan dan Sumber Daya (SWOT dan Pengembangannya)
  • Langkah 5: Membuat Kerangka Kerja Logik dan Rencana Kerja (Logframe dan Work Plan)
  • Langkah 6: Pelaksanaan/Aktifitas yang berdurasi dan terukur
  • Langkah 7: Monitoring dan Evaluasi (baik sementara berjalan maupun akhir program) dan Langkah Penyempurnaan
  • Langkah 8: Melanjutkan Langkah Strategik atau Program Antara (Bridging Program) yg sustainable
Dengan mempertimbangkan langkah langkah ini maka proposal program dibuat berdasarkan komitmen dan kebutuhan real bersama yakni menyelamatkan kehidupan umat yang sedang terancam, bukan hanya berorientasi project.

Kajian dan Pengamatan


Dr.Alpinus Kambodji dan Dr. Debora Murthy mewakili teman temannya yakni Pdt.Krisye Gosal dan Pdt. Welman Boba yang mengadakan Kajian Kebutuhan tahun 2008 pada gereja gereja dan lembaga mitra M21 dan EMS di Indonesia dan Malaysia

Rekomendasi dari Kajian Kebutuhan ini adalah:

  • Semua gereja dan institusi mitra (di Sabah dan Indonesia) membutuhkan penyadarandang pengetahuan dasar epidemiologis HIV dan AIDS, Kesehatan Reproduksi, NARKOBA, Keadilan Jender dan isu isu terkait. Seperti advokasi.
  • Semua Gereja dan institusi mitra membutuhkan transformasi konsep konsep teologi, pastoral dan etika, juga transformasi dalam aksi pelayanan menghadapi dan menangggulangi pewabahan HIV dan AIDS di lingkungan jemaat mereka masing- masing.
  • Semua gereja dan institusi mitra membutuhkan upaya advokasi struktur dan kebijakan pelayanan mereka : Kebijakan dan Strategi, membangun kapasitas pada semua jenjang struktur (Nasional, Synode, Lokal Congregations, kelompok kategorial dan institusi terkait seperti Sekolah sekolah Teologi dan Lembaga Swadaya Masyarakat), bagaimana mengkonsolidasi sumber sumber pendukung program baik yang ada di dalam maupun di luar dan bagaimana mempertahankan kelangsungan gerakan, komitmen dan program dengan cara yang strategis.
Berdasarkan rekomendasi di atas maka salah satu kegiatan yang perlu segera dilakukan adalah Workshop tentang Strategi Planning yang direncanakan dilakukan di dua tempat.Workshop pertama dilakukan di Sabah, tanggal 5 Januari – 8 Januari 2010 di mana peserta yanga hadir adalah semua gereja Mitra M21 dan GKPI Kalimantan (Indonesia). Workshop kedua di lakukan di Malino, tanggal 16- 19 Februari 2010, yang dihadiri oleh para peserta dari gereja dan institusi Partner dari M21 dan EMS di Indonesia.

Daerah Kepulauan di Perbatasan: Pewabahan HIV dan AIDS cenderung Tinggi

GERMITA:Pdt. Abbas, Sekum Gereja Masehi Injili di Talaud

Banyak sekali daerah perbatasan yang kepulauan seperti Sangir dan Talaud. Daerah ini menjadi berisiko karena sekarang mulai terbuka baik legal maupun ilegal lalu lintas perdagangan bersentuhan dengan jalur internasional. Mereka juga menjadi tempat tumpahan masalah dari pulau pulau besar seperti Sulawesi dan lintas negara seperti Filipina Selatan. Dari data kasus HIV dan AIDS yang terlaporkan cenderung meningkat. Sebuah pekerjaan rumah yang berat bagi GERMITA dan GMIST.

Gereja Toraja: Isu Trafficking yang mengemuka


Gereja Toraja: Alexander Mangoting

Isu Perdagangan manusia khususnya perempuan menjadi isu yang mengemuka di Gereja Toraja berkaitan erat dengan isu perbatasan di Kalimantan. Banyak sekali para perempuan dan anak gadis dari Toraja merantau mencari nafkah di Sabah Malaysia melalui kota perbatasan Tawau. Isu ini dicatat sebagai salah satu isu keprihatinan bersama gereja gereja karena ada kaitannya dengan perdagangan manusia dan pewabahan HIV dan AIDS. Sehingga kerja sama lintas sektor antar Gereja Toraja, Gereja Kalimantan dan Gereja gereja di Sabah seperti BCCM dan PCS perlu digalang, sebagaiman juga dengan Gereja gereja di Tanah Papua. Sayangnya dalam Workshop ini GKI di Tanah Papua tidak mengirimkan utusannya.

GMIM dan SAG SULUTTENG: Berdampingan Menyatukan Langkah



Gereja Masehi Injili di Minahasa dan Sinode AM SULUTTENG

Gerakan penanggulangan HIV dan AIDS pada gereja gereja di bawah SAG SULUTTENG khususnya GMIM di mulai dari Yayasan Kesehatan GMIM yang memiliki Rumah Sakit dan Klinik. Salah satu pusat VCT yang diakui oleh pemerintah di SULUT adalah yang dikembangkan oleh Rumah Sakit Bethesda GMIM di Tomohon dan yang kini bersama Yayasan AZR Wenas. Sementara gerakan yang berbasis jemaat dimulai oleh kelompok perempuan gereja KKW yang akhirnya mendorong terbentuknya POKJA penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat Sinode. Di massa depan bila ini merupakan satu kesatuan pelayanan maka GMIM memiliki komponen pelayanan yang lengkap dan dapat menjadi tempat pembelajaran bagi gereja gereja lain sebagaimana juga GKPB (Bali) dan GKP (Pasundan)......semoga

Noorkhalis Madjid: Lembaga Kajian Kemasyarakatan dan Keislaman Banjarmasin


Noorkhalis Madjid: LK3 Banjarmasin.

Bersama dengan Gereja Kalimantan Evangelis, mereka bergandeng tangan dalam program bersama kajian kemasyarakatan yang bermuatan kerja sama lintas agama untuk studi perdamaian, dialog aksi antar agama dan kepercayaan juga dalam isu isu kebangsaan. Dalam persoalan HIV dan AIDS, LK3 dan GKE melakukan pelatihan bersama Pendampingan ODHA dan kerja sama lainnya. Sebuah contoh kerja sama lintas agama yang lebih nyata pada aras lokal dengan tema tema kemanusiaan. Di masa depan bila kerja sama ini menjadi lebih strategik maka akan menjadi model bagi penanganan pewabahan HIV dan AIDS tanpa batas agama dan suku, merupakan cirikhas keIndonesiaan kita.

Noorkhalis memberi inspirasi afirmatif dalam workshop ini pada 2 hal:
  • Meminjam guyonan Gus Dur tentang siapa yang dikorbankan Ishak atau Ismail.....bahwa makna dari kisah kisah berbeda ini adalah untuk keselamatan...bahwa yang terpenting dari ceritera ini bukan mana yang benar tetapi kebenaran yang terkandung di dalamnya adalah bahwa Iman yang membawa keselamatan bukan simbol dan formalitas agama yang sering membuat kita menyempitkan makna keselamatan dan kemanusiaan itu
  • Bahwa ternyata banyak sekali para elit agama terjun ke Politik....membuat mereka kehilangan rumah ibadah mereka termasuk ajaran tentang kemanusiaan. Rumah rumah ibadah itu sudah direbut oleh para kaum radikalis yang akhirnya memiliki kekuatan tekanan untuk membuat berbagai peraturan dan kebijakan diskriminatif bernuansa moral dan agama.....berdampak pada penanggulangan HIV dan AIDS di mana dianggap sebagai aib dan kutukan.......

Gereja Kristen Pasundan: Melayani Bersama Mitra Lintas Agama


Ketua Sinode Gereja Kristen Pasundan :Pdt.Krisna Ludia Suryadi bersama Koordinator Program

Gereja Kristen Pasundan yang berada pada wilayah Jawa Barat, daerah Prevalensi HIV dan AIDS tertinggi kedua di Indonesia, sebagian besar tertular karena pemakaian jarum suntik NARKOBA. Pada daerah ini muncul berbagai PERDA bernuansa moral dan agama yang diskriminatif khusu bagi perempuan. Daerah di mana terjadi radikalisasi agama mayoritas yang sering membuat mereka harus sangat berhati hati dalam intervensi program. GKP mempunyai 1 Rumah Sakit terbesar di Kota Bandung yang sudah lama membuka program VCT bekerja sama dengan Rumah Sakit Katholik St.Boromeus.Kini mereka sedang merintis pelayanan untuk dua Rumah Sakit lainnya di Karawang.Mereka sudah memiliki POKJA HIV dan AIDS kini di bawah koordinasi Badan Sosial GKP sebuah lembaga pelayanan Diakonal gereja yang bergerak secara lintas agama. Hanya dengan melayani secara lintas agama maka resistensi masyarakat atas isu kristenisasi dapat terelakan.

Gereja Kristen Protestan Bali: Peranan MBM-lembaga pelayanan diakonal merupakan katalisator Jemaat

Gereja Kristen Protestan Bali: Ketua Sinode GKPB, Pdt.I Wayan Sudira Husada bersama Dr.Debora dari MBM, dan Koordinator Perempuan Ni Luh Ayu Mastri bersama Dr. Yusak Tridarmanto dari UKDW.

Di dalam lingkup masyarakat yang masih kuat memegang tradisi terutama peranan perempuan yang tidak terhitung dalam daftar silsilah keluarga atau hak ulayat, gereja Bali mencoba melakukan pelayanan kemasyarakatan yang berbasis keadilan baik bagi laki laki dan perempuan. Program interfensi diakonal yang egaliter ini perlahan merupakan "Role Mode" yang menunjukan nilai nilai kekristenan, meskipun tidak mudah dan penuh dengan tantangan.

Peranan lembaga pelayanan seperti MBM diharapkan akan menjadi katalisator untuk menggerakkan jemaat dan masyarakat agar lebih demokratis. Karena itu kepercayaan masyarakat terhadap kiprah MBM, khususnya program penanggulangan HIV dan AIDS semakin tinggi.Nyala lilin pelayanannya memberi ruang terang bagi masyarakat sekelilingnya dan bagaimana membagi visi ini bersama jemaat jemaat setempat, merupakan tantangan tersendiri.

GEPSULTRA: Ketua Sinode yang Membuka Rumah Singgah bagi ODHA


Pdt.Adrie Massie dan Koordinator pelaksana program GEPSULTRA

Berawal dari pertemuan dengan seorang ODHA, maka muncul komitmen untuk melayani mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS. Mereka kini menyiapkan rumah singgah bagi ODHA yang datang dari daerah yang jauh untuk mendapatkan treatment, sekaligus mendapatkan pendampingan pastoral.Sebuah langkah kemanusiaan yang menandai keberadaan jemaat sebagai "The Healing Community" di lingkup mereka.

Scanning Our Theology,Tradition,Structure and Infrastructure: Fit or Combat HIV & AIDS?


PGIW SULSELBARA......

Setelah mengadakan "Scanning Our Community" maka dilanjutkan dengan scanning our Theology,Tradition,Structure and Infrastructure. Banyak yang berkesimpulan bahwa masih terdapat bias jender dalam teologi dan tradisi, struktur organisasi yang birokrasi paternalistik, budaya tabu dan bisu terhadap kekerasan terhadap perempuan dan KDRT karena berorientasi patriarkhat, HIV dan AIDS adalah aib yang tidak boleh dibuka.....semua ini membuat pewabahan HIV semakin subur dalam lingkup umat karena masih banyak penghalang untuk program KIE dan Life Skill education terutama dalam kaitannya dengan pendidikan Seks dan kesehatan reproduksi.Akhirnya program penanggulangan HIV dan AIDS hanya merupakan program peripheral bukan pada posisi arus utama atau program affirmative.

Senin, 22 Februari 2010

Scanning Our Community: Vulnerable? or Save?


Para Pimpinan Gereja,Sekolah Tinggi Teologi,Pimpinan Lembaga Kajian Kemasyarakatan Islam, dan pelaksana program mengamati hasil kerja Mapping/Scanning Communitynya.

Salah satu sesi yang cukup menarik dalam Workshop ini adalah bagaimana para pimpinan atau para pengambil keputusan dan para pelaksana mencoba memahami cepat tentang lingkup masyarakatnya sendiri atau kita sebut Scanning Community, Pengamatan akan masa lalu dan masa kini dengan berbagai perobahan yang terjadi secara holistik baik pisik, sosial, mental dan spiritual. Di situ mereka temukan bahwa masyarakat mereka adalah masyarakat yang rentan terhadap pewabahan HIV dan AIDS, dan oleh karena itu program yang selama ini dijalani mungkin berupa "response" yang sifatnya reaktif memerlukan pendekatan strategik yaitu mendorong tanggung jawab mereka sebagai "Gatekeepers" (penjaga gerbang atau gembala?!) untuk menyikapinya secara sistematik dalam aksi yang nyata....dari "response" ke "responsibility"

Stigma dan Diskriminasi di kalangan kelompok agama sangat menyakitkan


Pdt.DR.Ny.Vien Sopamena, Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Selatan

Dalam Refleksi Pembukaan Workshop, beliau berkisah tentang pengalamannya menangani Orang Yang Hidup dengan HIV dan AIDS, ketika suatu hari diantar oleh para pendampingnya yang lintas agama....dan dalam pertemuan konseling itu beliau menyadari betapa Stigma dan Diskriminasi terhadap ODHA, lebih khususnya lagi perempuan sangat menyakitkan dan itu masih terjadi di lingkup masyarakat beragama...sebuah petanda dibutuhkannya tindakan afirmasi menentang stigma dan diskriminasi terhadap mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS di dalam lingkup kelompok agama.....

Nyalakanlah Lilin...meskipun hanya satu saja...maka cahayanya akan berpendar memberi harapan hidup...


Dr.Ny.Nafsiah Mboy,MPh, SEKJEN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Isu kontroversi di kalangan kelompok agama adalah masalah penggunaan Kondom Laki laki dan Kondom Perempuan sebagai salah satu alat pencegahan penyakit menular seksual dan HIV. Dalam kenyataan kedua jenis kondom ini diperlukan bagi mereka yang berperilaku berisiko dan mereka yang sudah hidup dengan HIV. Perilaku berisiko di maksud adalah : Hubungan sex dengan risiko kehamilan yang tidak diinginkan dan Hubungan sex yang menyebabkan terjadinya penularan Infeksi Menular Sexual dan HIV.Bagi mereka yang sudah positif HIV terutama yang memiliki pasangan hidup (menikah atau hidup bersama) wajib menggunakan kondom waktu berhubungan suami istri. Bila tidak maka mereka akan saling menularkan HIV yang tipenya berbeda satu dengan yang lain, mempercepat penambahan jumlah muatan virus yang berakibat pada kematian dini bagi pasangan masing masing. Oleh sebab itu para praktisi medik dan kesehatan masyarakat dan para tokoh agama harus duduk berdialog secara baik dan intensif supaya isu isu etis yang kontroversi ini tidak dipahami secara tidak utuh.
Salah satu item dalam Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS adalah bagaimana melihat proyeksi 5-10 tahun ke depan dengan mencoba menerapkan "cross cutting" policy terutama pencegahan dan penanggulangan pada kelompok yang dinilai sangat berisiko yakni MSM (Man Have sex With Man), Pemkai NARKOBA suntik, Pekerja Sex Komersial, dan Penularan dari Ibu ke Anak, sementara kelompok masyarakat umum diharapkan dijangkau oleh organisasi keagamaan, organisasi kemanusiaan dan NGO.Pemerintah mulai bergerak dari kebicakan di atas kertas kepada Action nyata melalui program program bersama masyarakat yang berisiko tersebut.

Bagi kelompok agama disarankan jangan menunggu tetapi mulailah melakukan apa yang bisa dilakukan di lingkungannya masing masing. Adalah sangat bermakna menyalakan satu lilin kecil yang cahayanya bisa berpendar dalam kegelapan dari pada tidak melakukan apapun. Demikian remarks afirmasi dari Ibu Nafsiah dalam WORKSHOP PERENCANAAN STRATEGIK PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS BERSAMA GEREJA DAN LEMBAGA MITRA M21&EMS, Malino 16 Feb.2010.

Theological Remarks from Malino Workshop


Dr.Achmad Baidowi dari Dialog Center UIN "Sunan Kalijaga" Yogyakarta dan Pdt.Kurman Ngatang dari Gereja Kalimantan Evangelis

Agama agama di Indonesia memiliki pemahaman yang sama tentang Kemanusiaan, Kasih, dan Keadilan. Dalam menghadapi ancaman pewabahan HIV dan AIDS, mestinya masyarakat agama memelopori aksi kepedulian Allah terhadap manusia bukan sebaliknya justru menjadi batu sandungan kemanusiaan.

WORKSHOP Perencanaan Strategik Penanggulangan HIV dan AIDS untuk Gereja 2 dan Lembaga Lintas Agama

Menyikapi semakin tingginya angka penularan HIV dan AIDS di Indonesia maka beberapa lembaga Gereja, Sekolah Tinggi Teologi dan lembaga Studi dan Kajian Kemasyarakatan Islam serta Dialog Centernya mengadakan workshop bersama untuk Perencanaan Strategik Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Kegiatan ini diadakan di Retreat Center "Ratna Miriam", Malino Makasar dari tanggal 16-18 Februari 2010. Lembaga Lembaga yang hadir adalah :

Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM),Gereja Toraja (GT),Gereja Toraja Mamasa (GTM),Gereja Kristen Sulawesi Selatan (GKSS),Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID),Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH),Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA),Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB),Gereja Kristen Pasundan (GKP), dan PGIW SULSELBARA,Gereja Kalimantan Evangelis (GKE),Lembaga Kemasyarakatan dan Keberagaman Banjarmasin (LK-3),STT GKEeja Masehi di Sangir Talaud (GMIST),Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA),Sinode AM SULUTTENG (SAG SULUTTENG),Univ.Kristen Duta Wacana – Studi Perdamaian (UKDW),Universitas Islam Nasional 'SUNAN KALIJAGA"Yogyakarta – Dialog Center (UIN-DC) ,Yayasan A.Z.R.Wenas. Tomohon.

Tiap lembaga diwakili oleh Pimpinan atau Pengambil Keputussan utama dan Koordinator Pelaksana Program. Terhitung sekitar 49 peserta menghadiri pertemuan ini dengan satu komitmen untuk mengharmonisasikan langkah bersama dalam semangan persaudaraan, membangun kapasitas bersama dan menyusun langkah langkah strategik. Dalam pertemuan ini, juga telah hadir dan memberikan arahan sesuai dengan Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS, Sek.Jen.Komisi Penanggulangan AIDS Nasional DR.Ny. Nafsiah Mboy,MPH.

Beberapa isu yang ada kaitannya dengan pewabahan HIV dan AIDS seperti isu NARKOBA dan persoalan kontroversi etis dalam masyarakat seperti stigma dan diskriminasi ODHA, OHIDA, LGBT, PENASUN, dan sebagainya dibahas dengan terbuka termasuk persoalan "kondom" yang masih kontroversi dalam kalangan tokoh agama. Dalam kegiatan ini juga dimunculkan isi isu teologis yang dilihat dari perspektif Islam yang direfleksikan oleh DR. Achmad Baidowi dari Dialog Center UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pdt.Kurman Ngatang dari Gereja Kalimantan Evangelis dari perspektif Kristen.

Kegiatan ini sangat diharapkan akan berlanjut di kelompok masing masing dan akan dimonitor dan dievaluasi.

Beberapa fasilitator yang hadir dan memberikan kontribusi penting adalah Pdt.Welman Boba dari Mission21, Pdt.Emmy Sahertian advisor program penanggulangan HIV dan AIDS untuk gereja dan lembaga mitra M21 & EMS, Dr. Alpinus Kambodji dari UEM, dr.Debora Murthy dari Gereja Bali mitra EMS, dibantu oleh co-fasilitator Signatius Sumbala Ruung dan Marino Laturiuw dari Jakarta.

Workshop ini dibuka dengan Ibadah Pembukaan yang dipimpin oleh Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Selatan,Pdt.DR.Ny Vien Sopamena. Kegiatan ini juga didukung oleh teman teman dari Gereja Kristen Sulawesi Selatan.

Berbagai materi disumbangkan oleh KPAN dan Yayasan Spiritia Indonesia untuk melengkapi pemahaman para peserta. Demikianlah info pertama dalam bulan ini. Kiranya Tuhan berkenan atas langkah langkah baik ini.